Selamat Datang di Blogspot Kementerian Agama Kabupaten Badung - Jln. Raya Sempidi - Mengwi - Pusat Pemerintahan Kabupaten Badung"Mangupraja Mandala" - Kode Pos 80351 Telp. 0361-422243

Senin, 26 Januari 2015

NILAI-NILAI KEPAHLAWANAN, KEPERINTISAN DAN KESETIAKAWANAN SOSIAL GENERASI MUDA DARI SUDUT PANDANG AGAMA HINDU


A.Pendahuluan
   Sumpah pemuda yang dikumandangkan oleh para pejuang generasi atau angkatan muda Indonesia pada tahun 1928 menunjukkan betapa kuatnya tekad mereka pada saat itu untuk memperjuangkan kemerdekaan tanah airnya. Namun demikian, kuatnya tekad mereka untuk mengorbankan apa yang dimilikinya tidak bisa dengan mudah di contoh dan dilaksanakan oleh generasi muda saat ini. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan pola pikir pada generasi muda Indonesia saat ini. Salah satu faktor penting yang merubah pola pikir dan kebiasaan generasi muda Indonesia adalah perkembangan teknologi informasi. Seiring dengan perkembangan jaman dan perubahan yang cukup siginifikan pada teknologi informasi, maka berubah pula arah dan kebiasaan generasi muda Indonesia.

  Generasi muda dewasa sekarang dengan berbekal pengetahuan yang relatif masih sedikit tentang bagaimana tanah airnya memperoleh kemerdekaan serta nilai-nilai luhur yang ada di dalamnya telah terjebak pada arus informasi yang belum tentu bermanfaat bagi masa depannya serta belum tentu sesuai dengan jati dirinya dan jati diri bangsanya. Jati diri disini terkait dengan nilai-nilai luhur dan aturan main yang telah melekat dan sesuai dengan karakteristik Bangsa Indonesia.
   Pada akhir-akhir ini bisa dilihat  bagaimana generasi muda salah dalam menggunakan perilaku modernisasi dan westernisasi. Apa yang mereka sebut sebagai gaya modernisasi sebenarnya merupakan gaya westernisasi. Salah tafsir ini tentunya cukup signifikan dalam mempengaruhi perilaku dan orientasi hidup generasi muda . Untuk kalangan pelajar dan mahasiswa akan sangat mudah menjumpai mereka lebih banyak di luar areal kampus (prasarana belajar), atau dengan kata lain waktu mereka untuk belajar dan mengembangkan diri serta bangsanya lebih sedikit dibandingkan waktu mereka untuk menikmati berbagai fasilitas yang bersifat “hura-hura” dan pemborosan uang saku.
  Untuk itu, perlu ada gerakan reorientasi jati diri generasi muda Indonesia secara menyeluruh dan berkesinambungan. Gerakan ini tidak hanya dalam bentuk gerakan moral, tetapi juga dalam bentuk kebijakan pemerintah yang memberi dan meningkatkan fasilitas penunjang pendidikan secara mudah, murah, dan nyaman. Melalui gerakan moral dan kebijakan di bidang pendidikan inilah diharapkan ada perubahan yang siginifikan akan kebiasaan dan pola pikir generasi muda Indonesia. Pertanyaannya kemudian adalah “Bagaimana gerakan moral dan kebijakan di bidang pendidikan dapat dijadikan alat untuk melakukan reorientasi jati diri generasi muda ?”. Pertanyaan ini akan dijelaskan pada bagian berikutnya pada artikel ini. Namun demikian, sebelum menjawab pertanyaan tersebut perlu untuk dikaji tentang pentingnya keberadaan generasi muda  bagi masa depan bangsa yang lebih baik.
B. Mengapa Generasi muda Penting Bagi Masa Depan Bangsa?
   Generasi muda adalah generasi harapan bangsa. Pernyataan tersebut sangat membanggakan bagi masyarakat apabila menjadi kenyataan. Akan tetapi, realita membuktikan bahwa generasi muda saat ini cenderung mengkhawatirkan perilakunya bagi kelanjutan masa depan bangsa yang lebih baik. Hal ini bisa dibuktikan dari banyaknya kasus yang terjadi pada generasi muda antara lain kasus narkoba, kejahatan, pergaulan bebas, dan banyaknya anak-anak jalanan. Keberadaan pemuda tentunya masih sangat diperlukan dalam rangka regenerasi untuk melanjutkan dan mewujudkan cita-cita bangsa yang sudah sejak lama diperjuangkan oleh para pendahulu di negeri ini.
   Dalam upaya mewujudkan cita-cita bangsa keberadaan pemuda juga diharapkan dapat menjadi karakteristik yang baik bagi Indonesia. Selain itu, pemuda juga perlu dituntut untuk meningkatkan inovasi diberbagai bidang dan memperbaiki kekurangan-kekurangan atau kesalahan-kesalahan yang mungkin telah dilakukan oleh generasi pendahulunya. Dengan demikian, di masa depan keberadaan pemuda sebagai agan perubahan menjadi kenyataan dan dapat diandalkan. Untuk menuju kondisi pemuda harapan bangsa tersebut perlu dikaji lagi jati diri pemuda Indonesia yang ideal seperti apa. Hal ini penting dilakukan karena pemuda tanpa jati diri ibarat orang hidup tanda ada panduan dan tidak mempunyai karakteristik yang jelas (serta dibanggakan).
 C. Jati Diri Pemuda  Sebagai Generasi Penerus Cita-cita Bangsa
   Keberadaan pemuda memang penting bagi Bangsa Indonesia dalam rangka regenerasi serta upaya mewujudkan cita-cita bangsa. Untuk mencapai kondisi tersebut generasi muda  harus mempunyai jati diri yang sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa. Hal ini ditujukan supaya generasi muda tidak mudah terpengaruh oleh arus informasi global yang belum tentu bermanfaat dan sesuai dengan nilai-nilai luhur Bangsa Indonesia. Namun demikian, pada saat ini arus informasi global melalui media teknologi informasi diserap dan dicontoh secara ”mentah-mentah” oleh generasi muda .
     Melihat fenomena yang terjadi pada generasi muda saat ini, tidak berlebihan apabila jati diri mereka yang sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa dipertanyakan. Konskuensi dari keraguan akan jati diri generasi muda Indonesia adalah akses bagi generasi muda untuk tampil sebagai pemimpin dan pemuda harapan bangsa sulit didapatkan. Disisi lain, kebijakan pemerintah di bidang pendidikan juga mempersulit generasi muda untuk dapat mengakses dan memperoleh pendidikan yang berkualitas dan murah. Sehingga ruang-ruang ekspresi generasi muda di bidang ilmu pengetahuan tidak tersedia dan terlaksana dengan baik.     
    Pendidikan sebagai salah satu media yang cukup efektif dalam membangun kepribadian dan kreativitas generasi muda hanya menjadi harapan yang sulit mereka peroleh. Hal ini bisa dilihat dari semakin mahalnya biaya pendidikan bagi masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Pendidikan yang berkualitas dan nyaman seolah-olah hanya dapat dinikmati oleh masyarakat yang mampu secara finansial. Dampak lanjutan yang terjadi akibat mahalnya biaya pendidikan di Indonesia adalah perilaku siswa/mahasiswa yang cenderung pragmatis. Mereka akan berkalkulasi dengan masa studi yang relatif lebih cepat untuk memperoleh pekerjaan yang baik (gaji tinggi). Meskipun ilmu yang diperolehnya dapat memberikan manfaat kepada masyarakat atau tidak. Yang menjadi ukuran adalah dengan biaya pendidikan yang lebih mahal, maka tingkat ego mereka untuk sukses lebih tinggi tanpa melihat lingkungan sekitarnya
    Untuk itu, jati diri generasi muda Indonesia yang saat ini lebih mencerminkan perilaku kebarat-baratan dna pragmatis perlu mendapat perhatian yang serius. Hal ini diperparah dengan sulitnya seluruh masyarakat Indonesia mengakses dan menikmati pendidikan yang berkualitas dan terjangkau Dalam hal ini peran pemerintah, tokoh masyarakat, orang tua, dan dunia pendidikan sangat penting. Dengan demikian, untuk menumbuhkan dan mengembalikan jati diri generasi muda Indonesia sesuai dengan jati diri bangsa (nilai-nilai luhur bangsa) perlu dilakukan langkah-langkah revolusi.
D. Langkah-langkah penanaman nilai kepahlawanan keperintisan dan kesetiakawan sosial.
    Telah diuraikan di atas bahwa keberadaan generasi muda menjadi penting dalam rangka mewujudkan cita-cita bangsa. Selain itu, generasi muda juga diharapkan dapat menjadi agen perubahan yang mampu memperbaiki kekurangan dan kesalahan yang dilakukan para pendahulunya untuk memperbaiki kondisi bangsa di masa depan. Namun demikian, pada perkembangannya generasi muda Indonesia cenderung mengikuti arus informasi global yang berdampak pada terjadinya perubahan pola pikir dan kebiasaan mereka. Perubahan pola pikir dan kebiasaan tersebut lebih mengarah pada kebiasaan yang bersifat kebarat-baratan sehingga generasi muda kita seolah-olah mencerminkan generasi muda di negara barat. Hal ini diperparah dengan sulitnya akses masyarakat (generasi muda) dengan kondisi ekonomi menengah ke bawah untuk mengakses dan menimati pendidikan yang berkualitas dan terjangkau.
Dalam pendekatan klasik terjadi jurang pemisah antara generasi muda dan tua disebabkan antara lain adanya 2 asumsi pokok mengenai kegenerasi muda yaitu:
Proses perkembangan manusia dianggap sesuatu yang fragmentaris / terpecah-pecah. Setiap perkembangan hanya dapat dimengerti oleh manusia itu sendiri, maka tingkah laku anak dan generasi muda dianggap sebagai riak-riak kecil yang tidak berarti dalam perjalanan hidup manusia. Dan masa tua dianggap sebagai mahkota hidup yang disamakan dengan hidup bermasyarakat.
Adanya anggapan bahwa mempunyai pola yang sedikit banyak ditentukan oleh pemikiran yang diwakili generasi tua yang bersembunyi dibalik tradisi. Generasi muda dianggap sebagai objek dari penerapan pola-pola kehidupan dan bukan sebagai subjek yang mempunyai nilai sendiri.
Kedua asumsi diatas tidak akan menjawab masalah kegenerasi mudaan dewasa ini karena generasi muda dan kegenerasi mudaan adalah suatu tonggak dari suatu wawasan kehidupan yang mempunyai potensi untuk mengisi hidupnya. Dalam pendekatan ekosferis, sebagai subyek generasi muda mempunyai nilai sendiri dalam mendukung dan menggerakkan hidup bersama.
Pada pendekatan ini anak-anak, generasi muda dan generasi tua berada dalam status sama atau dalam satu kesatuan wawasan kehidupan. Semua tanggung jawab atas keselamatan, kesejahteraan, kelangsungan generasi sekarang dan yang akan datang perbedaannya hanya terletak pada derajat ruang lingkup dan tanggung jawabnya.
Generasi tua berkewajiban membimbing generasi muda sebagai penerus untuk memikul tanggung jawab yang semakin komplek. Generasi muda berkewajiban mempersiapkan diri untuk mengisi posisi generasi tua yang makin melemah.
Dalam upaya mewujudkan cita-cita bangsa keberadaan pemuda juga diharapkan dapat menjadi karakteristik yang baik bagi Indonesia. Selain itu, pemuda juga perlu dituntut untuk meningkatkan inovasi diberbagai bidang dan memperbaiki kekurangan-kekurangan atau kesalahan-kesalahan yang mungkin telah dilakukan oleh generasi pendahulunya. Dengan demikian, di masa depan keberadaan pemuda sebagai agan perubahan menjadi kenyataan dan dapat diandalkan. Untuk menuju kondisi pemuda harapan bangsa tersebut perlu dikaji lagi jati diri pemuda Indonesia yang ideal seperti apa. Hal ini penting dilakukan karena pemuda tanpa jati diri ibarat orang hidup tanda ada panduan dan tidak mempunyai karakteristik yang jelas (serta dibanggakan).
Generasi muda Indonesia dengan berbekal pengetahuan yang relatif masih sedikit tentang bagaimana tanah airnya memperoleh kemerdekaan serta nilai-nilai luhur yang ada di dalamnya telah terjebak pada arus informasi yang belum tentu bermanfaat bagi masa depannya serta belum tentu sesuai dengan jati dirinya dan jati diri bangsanya.Jati diri disini terkait dengan nilai-nilai luhur dan aturan main yang telah melekat dan sesuai dengan karakteristik Bangsa Indonesia.
Pada akhir-akhir ini bisa dilihat  bagaimana generasi muda salah dalam menggunakan perilaku modernisasi dan westernisasi. Apa yang mereka sebut sebagai gaya modernisasi sebenarnya merupakan gaya westernisasi. Salah tafsir ini tentunya cukup signifikan dalam mempengaruhi perilaku dan orientasi hidup generasi muda.
Untuk kalangan pelajar dan mahasiswa akan sangat mudah menjumpai mereka lebih banyak di luar areal kampus (prasarana belajar), atau dengan kata lain waktu mereka untuk belajar dan mengembangkan diri serta bangsanya lebih sedikit dibandingkan waktu mereka untuk menikmati berbagai fasilitas yang bersifat “hura-hura” dan pemborosan uang saku.
Untuk itu, perlu ada gerakan reorientasi jati diri generasi muda  secara menyeluruh dan berkesinambungan. Gerakan ini tidak hanya dalam bentuk gerakan moral, tetapi juga dalam bentuk kebijakan pemerintah yang memberi dan meningkatkan fasilitas penunjang pendidikan secara mudah, murah, dan nyaman. Melalui gerakan moral dan kebijakan di bidang pendidikan inilah diharapkan ada perubahan yang siginifikan akan kebiasaan dan pola pikir generasi muda Indonesia. Pertanyaannya kemudian adalah “Bagaimana gerakan moral dan kebijakan di bidang pendidikan dapat dijadikan alat untuk melakukan reorientasi jati diri generasi muda Indonesia?”. Pertanyaan ini akan dijelaskan pada bagian berikutnya pada artikel ini. Namun demikian, sebelum menjawab pertanyaan tersebut perlu untuk dikaji tentang pentingnya keberadaan generasi muda Indonesia bagi masa depan bangsa yang lebih baik.
1. Pembangun jati diri bangsa melalui potensi generasi muda
Generasi muda adalah generasi harapan bangsa. Pernyataan tersebut sangat membanggakan bagi masyarakat apabila menjadi kenyataan. Akan tetapi, realita membuktikan bahwa generasi muda di Indonesia cenderung mengkhawatirkan perilakunya bagi kelanjutan masa depan bangsa yang lebih baik. Hal ini bisa dibuktikan dari banyaknya kasus yang terjadi pada generasi muda antara lain kasus narkoba, kejahatan, pergaulan bebas, dan banyaknya anak-anak jalanan. Keberadaan pemuda tentunya masih sangat diperlukan dalam rangka regenerasi untuk melanjutkan dan mewujudkan cita-cita bangsa yang sudah sejak lama diperjuangkan oleh para pendahulu di negeri ini.
Dalam upaya mewujudkan cita-cita bangsa keberadaan pemuda juga diharapkan dapat menjadi karakteristik yang baik bagi Indonesia. Selain itu, pemuda juga perlu dituntut untuk meningkatkan inovasi diberbagai bidang dan memperbaiki kekurangan-kekurangan atau kesalahan-kesalahan yang mungkin telah dilakukan oleh generasi pendahulunya. Dengan demikian, di masa depan keberadaan pemuda sebagai agan perubahan menjadi kenyataan dan dapat diandalkan. Untuk menuju kondisi pemuda harapan bangsa tersebut perlu dikaji lagi jati diri pemuda Indonesia yang ideal seperti apa. Hal ini penting dilakukan karena pemuda tanpa jati diri ibarat orang hidup tanda ada panduan dan tidak mempunyai karakteristik yang jelas (serta dibanggakan).
2. Mengali Potensi Generasi Muda untuk membangun jati diri bangsa melalui potensi generasi muda
Keberadaan pemuda memang penting bagi Bangsa Indonesia dalam rangka regenerasi serta upaya mewujudkan cita-cita bangsa. Untuk mencapai kondisi tersebut generasi muda Indonesia harus mempunyai jati diri yang sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa. Hal ini ditujukan supaya generasi muda tidak mudah terpengaruh oleh arus informasi global yang belum tentu bermanfaat dan sesuai dengan nilai-nilai luhur Bangsa Indonesia.
Namun demikian, pada saat ini arus informasi global melalui media teknologi informasi diserap dan dicontoh secara ”mentah-mentah” oleh generasi muda . Melihat fenomena yang terjadi pada generasi muda saat ini, tidak berlebihan apabila jati diri mereka yang sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa dipertanyakan. Konskuensi dari keraguan akan jati diri generasi muda Indonesia adalah akses bagi generasi muda untuk tampil sebagai pemimpin dan pemuda harapan bangsa sulit didapatkan.
Disisi lain, kebijakan pemerintah di bidang pendidikan juga mempersulit generasi muda untuk dapat mengakses dan memperoleh pendidikan yang berkualitas dan murah. Sehingga ruang-ruang ekspresi generasi muda di bidang ilmu pengetahuan tidak tersedia dan terlaksana dengan baik.     
Pendidikan sebagai salah satu media yang cukup efektif dalam membangun kepribadian dan kreativitas generasi muda hanya menjadi harapan yang sulit mereka peroleh. Hal ini bisa dilihat dari semakin mahalnya biaya pendidikan bagi masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Pendidikan yang berkualitas dan nyaman seolah-olah hanya dapat dinikmati oleh masyarakat yang mampu secara finansial. Dampak lanjutan yang terjadi akibat mahalnya biaya pendidikan di Indonesia adalah perilaku siswa/mahasiswa yang cenderung pragmatis. Mereka akan berkalkulasi dengan masa studi yang relatif lebih cepat untuk memperoleh pekerjaan yang baik (gaji tinggi). Meskipun ilmu yang diperolehnya dapat memberikan manfaat kepada masyarakat atau tidak. Yang menjadi ukuran adalah dengan biaya pendidikan yang lebih mahal, maka tingkat ego mereka untuk sukses lebih tinggi tanpa melihat lingkungan sekitarnya seperti apa.
Untuk itu, jati diri generasi muda Indonesia yang saat ini lebih mencerminkan perilaku kebarat-baratan dna pragmatis perlu mendapat perhatian yang serius. Hal ini diperparah dengan sulitnya seluruh masyarakat Indonesia mengakses dan menikmati pendidikan yang berkualitas dan terjangkau Dalam hal ini peran pemerintah, tokoh masyarakat, orang tua, dan dunia pendidikan sangat penting. Dengan demikian, untuk menumbuhkan dan mengembalikan jati diri generasi muda Indonesia sesuai dengan jati diri bangsa (nilai-nilai luhur bangsa) perlu dilakukan langkah-langkah revolusi.
3. Generasi Muda dan Identitas
Dalam pola dasar pembinaan dan pengembangan generasi muda, yang dimaksud generasi muda adalah:
a. Dari segi biologis generasi muda adalah berumur 15-30 th
b. Dari segi budaya/ fungsional, generasi muda adalah manusia berumur 18/21 keatas yang dianggap ssudah dewasa misalnya untuk tugas-tugas negara dan hak pilih.
c. Dari angkatan kerja terdapat istilah tenaga muda dan tua. Tenaga muda adalah berusia 18-22 th.
d. Dilihat dari perencanaan modern yang mengenal tiga sumber daya yaitu sumber daya alam, dana dan manusia. Yang dimaksud sumber data manuasia muda adalah berusia 0-18th
e. Dilihat dari ideologi politis generasi muda adalah calon pengganti generasi terdahulu yaitu umur antara 18-30 atau 40 th.
Dalam pola dasar pembinaan dan pengembangan generasi muda, generasi muda dipandang dari beberapa aspek yaitu:
a. Sosial psikologi
Proses pertumbuhan dan perkembangan kepribadian, serta penyesuaian diri secara jasmaniahdan rohaniah sejak dari masa kanak-kanak sampai usia dewasa dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti keterbelakangan mental, salah asuh orang tua atau guru, pengahur negatif lingkungan. Hambatan tersebut memungkinkan terjadinya kenakalan remaja, maslah narkoba dan lain-lain.
b. Sosial budaya
Perkembangan generasi muda berada dalam proses modernisasi dengan segala akibat sampingnya yang bisa berpengaruh pada proses pendewasaannya, sehingga apabila tidak memperoleh arah yang jelas maka corak dan warna masa depan negara dan bangsa akan menjadi lain dari yang dicita-citakan.
c. Sosial ekonomi
Bertambahnya pengangguran dikalangan generasi muda karena kurang lapangan pekerjaan akibat dari pertambahan penduduk dan belum meratanya pembangunan.
d. Sosial politik
Belum terarahnya pendidikan politik dikalangan generasi muda dan belum dihayatinya mekanisme demokrasi pancasila, tertib hukum dan disiplin nasional sehingga merupakan hambatan bagi penyaluran aspirasi generasi muda.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan masalah yang menyangkut generasi muda dewasa ini adalah:
a. Menurunnya jiwa idealisme, patriotisme, dan nasionalisme
b. Kekurangpastian yang dialmi generasi muda terhadap masa depannya
c. Belum seimbang jumlah generasi muda dan fasilitas pendidikan yang tersedia bail formal/non formal dan tingginya jumlah putus sekolah.
d. Kurang lapangan kerja dan kesempatan kerja sehingga pengangguran semakin tinggi yang mengakibatkan kurangnya produktivitas nasional.
e. Kurang gizi yang menyebabkan hambatan bagi kecerdasan dan pertumbuhan badan, karena ketidaktauan tentang gizi seimbang dan rendahnya daya beli.
f.  Masih banyak perkawinan dibawah umur terutama dikalangan masyarakat pedesaan.
g.  Adalanya generasi muda yang menderita fisik, mental dan sosial.
h.  Pergaulan bebas yang membahayakan sendi-sendi perkawinan dan kehidupan keluarga.
i.  Meningkatnya kenakalan remaja, penyalahgunaan narkotika.
j.  Belum adanya peraturan perundang-undangan yang menyangkut generasi muda.
Dalam rangka reorientasi jati diri generasi muda Indonesia yang sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia ada beberapa langkah yang bisa dilakukan, yaitu:
1.Di Bidang Pendidikan. Pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam mempengaruhi dan membentuk pola pikir serta jati diri (kepribadian) generasi muda Indonesia. Faktor-faktor penting dalam penyediaan sarana dan prasarana pendidikan adalah pendidikan yang berkualitas, terjangkau oleh semua lapisan masyarakat, dan mudah diakses. Dalam hal ini peranan pemerintah diharapkan bisa maksimal dan dominan.
2.Di Bidang Agama. Penerapan ajaran agama secara benar dan menyeluruh akan dapat membentengi generasi muda lintas agama dari arus informasi global yang sifatnya negatif. Sehingga generasi muda  tidak secara “mentah-mentah” mengikuti, meniru, dan ikut mengembangkan perilaku kebarat-baratan yang ada saat ini.  
3.Di Bidang Budaya. Pengenalan budaya kepada generasi muda  harus tetap dilakukan dengan menggunakan berbagai media yang ada. Hal ini untuk menghindari bergesernya budaya dan nilai-nilai luhur bangsa menjadi nilai-nilai kebarat-baratan. Dan juga untuk menghindari upaya penguasaan budaya Indonesia oleh orang asing.  
Ketiga langkah tersebut di atas, harus dilakukan secara simultan dan bersifat revolusi. Karena dengan kedua cara itu ketiga langkah tersebut akan bisa efektif untuk menyadarkan kembali generasi muda Indonesia dan mengembalikan pada jati diri mereka yang sesungguhnya (sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa). Untuk memulai dalam pelaksanaan ketiga langkah di atas, perlu ada gerakan dalam skala nasional yang dipelopori dan dipimpin oleh presiden bersama dengan tokoh pemuda (termasuk juga tokoh masyarakat).

E. Kesimpulan
       Berdasarkan fenomena tentang perlaku generasi muda Indonesia serta dalam rangka reorientasi jati diri mereka sebagaimana diuraikan di atas, ada beberapa kesimpulan dan saran yang bisa dirumuskan, yaitu:
1. Generasi muda  adalah generasi harapan bangsa bukanlah sekedar slogan yang akan    hilang karena arus globalisasi
2. Reorientasi jati diri generasi muda  perlu secepatnya dilakukan untuk mengembalikan mereka kepada nilai-nilai luhur bangsa
3. Tiga langkah penting yang harus dilakukan secara bersama-sama dan bersifat revolusi untuk mengembalikan jati diri generasi muda  adalah; kebijakan dan gerakan di bidang pendidikan, agama, dan budaya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar