- PENDAHULUAN
Ajaran
Agama pada dasarnya memberi tuntunan kepada pemeluknya tentang tiga hal :
- Mengenai hakekat
kehidupan, dalam agama Hindu disebut Tattwa
- Tuntunan prilaku social
dalam kehidupan, dalam agama Hindi Disebut Susila
- Tata cara pelaksanaan
ibadah, dalam agama Hindu disebut bhakti yang menjadi bagian pelaksanaan
upacara yadnya dalam kehidupan beragama
Didalam agama Hindu ketiga tuntunan tersebut
dirumuskan menjadi Tri Kerangka Dasar agama Hindu antara lain :
1. Tatwa
( berkaitan dengan keyakinan atau Sradha)
2. Susila
( berkaitan dengan tata hubungan dan prilaku baik dan buruk, benar dan salah,
boleh dan tidak boleh) dan
3. Upacara
( menyangkut berbagai bentuk bhakti dalam berbagai upacara yadnya)
Dalam pelaksanaannya Tri Kerangka agama Hindu
ini menjadi satu kesatuan yang utuh,
untuk memudahkan pemahaman disini dapat dinyatakan bahwa:
1. Dalam
memahami dan melaksanakan Tattwa patut bersusila dan upacara
2. Dalam
memahami dan melaksanakan susila patut bertattwa dan berupacara
3. Dalam
memahami dan melaksanakan upacara patut bertatwa dan bersusila
Ketiga
tuntunan dalam tri kerangka dasar agama Hindu tersebut patut dan harus
dimengerti, dipahami, diyakini, selalu dilatihkan, diterapkan dirasakan
hasilnya dan akhirnya dijadikan sikap yang membudaya pada diri seseorang agar
hidup ini menjadi senang, bebas dari rasa takut, berprilaku baik dan benar,
sejahtera dan harmonis. Jika ketiga tuntunan itu dapat dipahami dan
dilaksanakan dengan baik dan benar merupakan indicator keberhasilan dalam
mencapai tujuan hidup beragama
B. PENGERTIAN
RERAHINAN DAN HARI RAYA
Rerahinan
bagi umat Hindu di Bali merupakan peringatan hari-hari suci . rerahinan berasal
dari kata rai yang berarti puncaknya hari, atau hari-hari yang dipandang
penting dan suci. karena pada hari-hari suci itulah kekuatan spiritual akan
mengalir lebih besar dan deras , yang merupakan kekuatan suci yang mengalir dari
Ida Sanghyang Widhi Wasa atau manifestasi beliau turun untuk memberikan
kekuatannya.sedangkan Hari Raya adalah hari yang diperingati atau
diistimewakan, karena berdasarkan keyakinan hari-hari itu mempunyai makna atau
fungsi yang amat penting bagi kehidupan seseorang, baik karena pengaruhnya
maupun nilai-nilai spiritual yang terkandung didalamnya, sehingga dirasakan
untuk perlu diingat dan diperingati selalu. Dengan
merayakan atau memperingatai hari raya suci tersebut, baik yang telah
ditentukan atau dinyatakan didalam kitab-kitab suci , atau menurut kepercayaan
tradisional, hari-hari tersebut akan memberi pengaruh terhadap dirinya sehingga
dirasakan sangat berkewajiban untuk diperingati.
Memperingati
hari-hari suci tersebut dapat dilakukan secara rutin atau terus menerus baik
setiap setahun sekali, setiap enam bulan sekali, tiga puluh lima hari sekali,
lima belas hari sekali atau bahkan sampai tiap lima hari sekali. Hari Raya atau
rerahinan itu diperingati atas dasar nilai moral spiritual dan tingkat kesadaran
manusia atau umat itu sendiri dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang
terkandung didalamnya, atau sering juga orang mengatakan rerahinan itu berasal
dari kata Rah menjadi rahina yang berarti hari yang mempunyai nilai
puncak tertinggi, yang dipercayai dapat memberi kehidupan yang kekal abadi.
Bahkan kalau kita lihat kesadaran umat Hindu sekarang mengenai pemujaan
terhadap Ida Sanghyang Widhi Wasa dapat dikatakan cukup tinggi, terbukti setiap
hari umat melakukan pemujaan dan bhakti kehadapan Hyang Widhi, apalagi pada
hari-hari raya suci akan lebih ditingkatkan lagi pelaksanaanya, bahkan sampai
pelaksanaan sehari-hari sangat taat dilakukan, seperti mesaiban (ngejot)
atau yang disebut yadnya sesa, yang diselenggarakan setiap habis
memasak. Hal ini sesuai yang tersurat dan tersirat dalam kitab suci Bhagawadgita
Bab III Sloka 13 :
“ yajna sishtasinah santo
muchayante sarvakilbisaih
bhujante te tv agham papa
ye pacanty atmakaranat”
Artinya
:
Orang – orang yang baik
makan apa yang tersisa dari yadnya, mereka itu terlepas dari segala dosa. akan
tetapi mereka yang jahat yang menyediakan makanan untuk kepentingannya sendiri,
adalah makan dosanya sendiri.
Di dalam
kerangka dasar agama Hindu hari raya keagamaan atau Rerahinan itu adalah
merupakan bagian dari upacara atau Ritual. Secara garis
besarnya, pedoman atau patokan yang dipakai dasar untuk memperingati hari raya
keagamaan bagi umat Hindu dibedakan menjadi dua macam :
1. Berdasarkan
atas perhitungan sasih (pranata masa) seperti Hari Raya
Nyepi dan Hari Raya Siwa Ratri.
2. Berdasarkan
Pawukon (wuku) yaitu : hari raya Galungan, Kuningan, Saraswati dan
Pagerwesi.
Kemudian secara khusus
ada lagi hari Raya/ Rerahinan keagamaan yang berdasarkan Pawukon (wuku) yang
dibedakan menjadi empat kelompok besar diantaranya :
1. Budha
kliwon
2. Tumpek
3. Anggara
Kasih
Masing
kelompok itu terdiri dari enam hari Raya/suci diantaranya;
1. Budha
Kliwon terdiri enam macam :
a. Budha
Kliwon Sinta
b. Budha
Kliwon Gumbreg
c. Budha
Kliwon Dungulan
d. Budha
Kliwon Pahang
e. Budha
kliwon matal
f. Budha
Kliwon ugu
2. Hari
Raya/Suci Tumpek diantaranya :
a. Tumpek
landep
b. Tumpek
Wariga
c. Tumpek
Kuningan
d. Tumpek
Kerulut
e. Tumpek
Uye
f. Tumpek
Wayang
3. Budha
Wage/Budha Cemeng terdiri dari :
a. Budha
Wage Warigadian
b. Budha
Wage langkir
c. Budha
Wage Merakih
d. Budha
Wage Menail
e. Budha
Wage kelawu
f. Budha
Wage Wukir
4. Hari
raya Anggara Kasih terdiri dari :
a. Anggara
kasih Kulantir
b. Anggara
Kasih Juluwangi
c. Anggara
Kasih Medangsia
d. Anggara
kasih Tambir
e. Anggara
Kasih prangbakat
f. Anggara
Kasih Dukut.
Semua
hari-hari suci itu datangnya tiap-tiap bulan wuku atau tiap 35 hari. jadi,
dapatlah dikatakan umat Hindu mempunyai banyak hari Raya suci, kalau
berdasarkan pawukon saja kita telah mengenal 24 macam hari raya, belum lagi
yang berdasarkan atas pranata masa atau sasih dan yang lainnya. Oleh karena
itu, selaku umat Hindu mempunyai hari suci banyak sekali, sehingga hamper semua
hari-hari yang ada dijatuhi oleh hari –hari raya suci tu, yang merupakan
kesempatan yang sangat mulia untuk menyambutnya guna untuk dapat menyucikan
diri lahir dan bathin, sekala dan niskala.
C. TUJUAN
PELAKSANAAN RERAHINAN DAN HARI RAYA.AGAMA HINDU
Segala kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh
umat mempunyai tujuan yang sangat mulia, seperti halnya pelaksanaan Rerahinan
atau Hari Raya yang merupakan hari yang sangat penting bagi kita sebagai umat
Hindu yang harus kita peringati dan lestarikan keberadaannya. Karena Rerahinan
itu merupakan syarat mutlak dalam pelaksanaan agama Hindu guna dapat
memantapkan hati kita dalam melaksanakan dharma agama untuk dapat meningkatkan
kualitas keimanan kita, sebagai wujud nyata hubungan langsung dengan Sang Hyang
Widhi. Pemantapan pelaksanaan ajaran agama akan lebih cepat dapat dirasakan melalui
pelaksana Rerahinan dan Hari raya itu sendiri, apalagi bagi kalangan umat yang
tingkat kerohanianya masih sederhana, Rerahinan merupakan media komunikasi yang
paling tepat untuk mengadakan pemujaaan kehadapan Sang Hyang Widhi beserta
semua manifestasi-Nya.
Umat yang rasa agamanya sudah tinggi,
Rerahinan merupakan hari yang ditunggu-tunggu, walaupun jauh-jauh hari. Hatinya
selalu tergetar dan merasa aman, tenang menjelang rerahinan tiba, sehingga
persiapan lahir bathin selalu mengetuk hatinya seperti selalu mengusahakan
ketenangan, mempersiapkan sarana upakara untuk menyambut tibanya Rerahinan itu.
Sekalipun sarana upakara kita sadari bersama cukup sulit diperolehnya, tetapi
tetap berusaha yang dilandasi oleh kesucian, hal ini karena terdorong oleh rasa
bhakti yang mendalam.
Seperti
terungkap Dalam Bhagawadgita Bab IX, 22 :
“ Ananyas cintayanto mam
Ye janah parypasate
lesamnityabhiyuktanam
yogaksemam vahamyakam”
Artinya :
Mereka yang
menyembah Aku, memusatkan pikiran hanya pada Aku
pada mereka yang selalu tekun. Aku memberi apa
yang mereka tidak punya
dan memberi perlindungan pada apa yang telah
dimilikinya.
Atas dasar
tersebut diatas maka Rerahinan/ Hari Raya Hindu memiliki berbagai Fungsi
Relegius yaitu :Rerahinan/ atau hari raya sebagai media pendekatan dan
pelayanan. Rerahinan Hindu merupakan media pendekatan dan pelayanan yang
multidimensional. siapa yang didekati dan dilayani? tidak lain Tuhan Yang Maha
Esa dan Dewa Pitara, sesame manusia dalam berbagai peran dan fungsinya, alam
dan sarwaprani ( semua Mahkluk hidup) Untuk mempertahankan ekstensi Rerahinan
Hindu sebagai Rituail yang bersumber pada Weda, maka kita harus mencegah
pelaksanaan Rerahinan atau Hari Raya yang bersifat menduniawi supaya tidak
kehilangan intinya.
Bentuk luar
pelaksanaan Hari Raya Hindu jangan sampai mengorbankan nilai- nilai intinya.
nilai spiritual dan budaya material yang dikandung oleh Rerahiana atau Hari
raya harus dijaga keseimbangan ekstensinya. Kedua-keduanya tidak boleh saling
mendominasi. Rerahinan harus diarahkan untuk melakukan pendekatan yang
multidimensional. Dengan meningkatkan pemahaman nilai-nilai Filosofinya, maka
akan membawa umat merasa dekat dengan Tuhan atau Brahman rasa akan dapat
mempertebal keyakinan dan ketakwaan kepada Tuhan . Kalau keyakinan kepada Tuhan
itu sudah merupakan bagian yang integral (Brahman Hredaya) dalam diri manusia, maka segala prilaku baik pikiran, kata-kata
dan perbuatan akan selalu merupakan pengejawatahkan dari keyakinan pada Tuhan.
Mungkin
timbul pertanyaan, kenapa Tuhan perlu kita dekati ? apakah Tuhan itu jauh ?
bukankah Tuhan itu ada dimana-mana? Mengapa ada Hari raya untuk memuja dewa
tertentu ? misalnya Hari raya Pagerwesi memuja hyang Pramesti Guru, Hari raya
Siwa ratri memuja Dewa Siwa. Memang benar, menurut keyakinan Hindu, Tuhan itu
ada Dimana-mana. Tuhan itu Maha Kuasa dan karenya, memiliki banyak fungsi juga.
Beberapa banyak fungsi Tuhan tentunya tak akan dapat dipahami oleh manusia.
Dalam keterbatasan manusia itulah Tuhan Kita hayati sebagai Guru, misalnya kita
puja pada saat Hari raya Pagerwesi, sebagai pengeleburan dosa pada Hari raya
Siwa ratri. Namun bukanlah berarti kita hanya berguru kepada Tuhan pada saat
hari raya Pagerwesi saja. Pemujaan Tuhan sebagai Guru pada hari Raya Pagerwesi
bertujuan untuk mengingatkan kita agar selalu berguru kepada Tuhan. Sebagaimana
kita menyadari, manusia sering lupa karena awidia (kegelapan). Karena
keterbatasan itu, lalu kita diingatkan pada hari tertentu agar sadar untuk
selalu berguru pada Tuhan.
Demikianlah,
fungsi Rerahinan atau Hari raya Hindu untuk mengembangkan kekuatan suci atman
yang ada pada setiap manusia untuk mendekat pada Paramaatman sebagai sumbernya.
Kemampuan
setiap orang berbeda-beda dalam memuja Tuhan. Semua kegiatan Hari raya atau
Rarahinan merupakan himpunan kemampuan untuk diarahkan pada tujuan yang satu
yaitu mencapai keharmonisan total. Untuk itu manusia siap menghadapi berbagai
rintangan. Bila kita umpamakan seorang murid, semakin tinggi pendidikan yang
ditempuhnya semakin besar pula kesulitan yang dihadapinya . Tetapi semakin
tinggi pula status ilmu pengetahuan yang dicapainya. Keharmonisan total dalam
Rerahinan ataupun hari raya dimaksudkan Harmonis diantara ciptaan Tuhan dengan
segala perbedaan dan persamaan. Dan puncaknya adalah harmonis ciptaan Tuhan
dengan penciptanya.
Didalam Bhagawadgita
Bab VII ,16 Empat jenis pemuja Tuhan ( Catur Wida Bhayante) :
a. Artah
:Memuja Tuhan karena ditempa kesusahan
atau sakit
b.
Artha Rthi
: Memuja Tuhan dengan harapan mendapatkan keuntungan material
c.
Jijnasuh :
Memuja Tuhan untuk mendapatkan kedudukan / jabatan
d.
Jnani :
Memuja Tuhan melalui perubahan sikap.yang mulia.
Empat jenis umat itulah yang merayakan
Rerahinan /Hari raya. Hal ini menyebabkan kegiatan Hari raya Hindu memiliki
deminsi yang luas agar mampu menampung semua jenis pemuja yang memiliki
kwalitas beraneka ragam. Jelasnya, hari Raya Hindu tidak hanya diperuntukan
bagi umat yang memiliki tujuan spiritual semata. Umat yang paling randah
kualitas kerohanianya pun diupayakan agar tertarik mempertebal keyakinannya
pada Tuhan. Karena itu kegiatan Rerahian dan Hari Raya
Hindu selalu diwarnai oleh suasana beraneka ragam. Ada kegembiraan,
kebersamaan, keindahan, kemegahan bahkan sampai menduniapun diadakan dalam
kegiatan Hari Raya. Sebaliknya kalau ada umat Hindu merasa resah dan alergi
ketika Rerahinan atau Hari raya itu akan tiba, karena merasa dirinya akan
sibuk, pemborosan uang, mengganggu acara dan lain-lain, ini adalah merupakan
suatu pertanda kadar keimanannya dan kesadarannya sangat rendah akan
penghayatan terhadap ajaran agama. keadaan seperti ini sangat berbahaya, karena
bias menyebabkan timbulnya banyak penderitaan/ gangguan yang terjadi pada orang
itu, sehingga timbullah keresahan bathin, walaupun sebenarnya cukup mapan
keadaan ekonominya.
D. HARI
RAYA HINDU DAN PENGUATAN KESUCIAN
Manusia lahir kedunia sudah lengkap diberikan
jasmani dengan lima unsur (Panca Maha Bhuta ) dan rohani seperti citta, indria dan tanmatra.
Pertemuan unsur jasmani dan rohani menyebabkan adanya aktifitas dalam hidup.
Aktivitas hidup ini menimbulkan dua akibat subha karma dan asubha karma. Subha
karma yaitu perbuatan baik dan merupakan unsure yang membawa manusia pada
penyucian. Sedangkan asubha karma akan membawa pada dosa atau kotornya
kehidupan ini. Penyucian dengan harapannya juga dikandung dalam kegiatan
upacara agama atau hari Raya Hindu.
Dalam Menawa Dharmasastra V,
109 disebutkan penyucian atau pembersihan itu yaitu :
Adbhirgatrani
Suddhyanti
Manah satyena sudhyanti
Widya tapobhyam bhutdtma,
Buddhirjnana suddyati
Artinya
Tubuh disucikan dengan air, pikiran disucikan
dengan kebenaran (satya), atma disucikan dengan tapa brata, budhi disucikan
dengan ilmi pengetahuan
Dalam kegiatan hari raya Hindu, umat melakukan
unsure penyucian tersebut. Secara fisik, penyucian diri dilakukan, selain mandi
dengan bersih, juga dengan berpakaian yang lebih bersih dan rapi. Kebersihan
fisik merupakan suatu hal penting dalam merayakan hari raya agama. Selain untuk
memelihara kesehatan,kesegaran dan nyaman, juga membawa dampak positif bagi
orang lain yang memandangnya.
Penyucian badan dengan air disini dimaksudkan
dalam pengertian yang luas.selanjutnya pikiran atau manah disucikan dengan
kejujuran. Kata jujur percuma saja bila hanya baru berada dibibir. Jujur itu
harus diwujudkan dalam praktik tingkah laku sehari-hari. Jujur disini tidak
terbatas dalam menggunakan uang dan harta benda semata. Jujur berarti berbicara
sesuai dengan kenyataan, tidak pernah mengurangi atau melebih-lebihkan. Patut
diketahui bahwa manusia memiliki dorongan hawa nafsu yang disebut distinksi
yang mendorong seseorang untuk melebih-lebihkan dirinya agar kelihatan atau
kedengarannya lebih super dari orang lain. Ada orang mengaku pintar ketika
masih sekolah. Pengakuannya itu disampaikan dihadapan orang yang tidak
mengetahui keadaan sebenarnya. Padahal sebenarnya, dia bodoh atau paling tidak
biasa-biasa saja.
Kejujuran, sesungguhnya merupakan media
penyucian pikiran atau manah. Orang yang sering tidak jujur kecerdasannya
diracuni oleh ketidakjujuran. Ketidakjujuran menyebabkan pikiran lemah dan
dapat diombang ambingkan oleh oleh gerakan indria. Orang yang tidak jjur sulit
mendapatkan kepercayaan dari lingkungannya. Tuhan pun dapat dipastikan tidak
merestui orang yang tidak jujur. Suasana Hari Raya keagamaan dapat dijadikan
tonggak untuk lebih menguatkan nita jujur dalam segala hal. Niat jujur harus
selalu digerakkan dalam diri dan mohon bimbingan Tuhan agar kita selalu berbuat
jujur.
Tapa brata adalah cara untuk menyucikan atma.
Sesungguhnya atma itu selalu suci, karena bagian dari parama-atma ibarata
menghapuskan noda debu dalam kaca, begitulah yang dimaksudkan menyucikan atma. Atma
yang kotor bagaikan sinar matahari yang ditutupi mendung, sinarnya buranm tapi
sesungguhnya mendung tak pernah mengotori maahari. Penyucian atma disini
berarti melenyapkan bergeloranya hawa nafsu, nafsu bergelora itu menutupi sinar
atma untuk menembus sinar suci paramatma.
Karena itu hari raya Hindu adalah suatu media
untuk meningkatkan kesucian diri secara totalitas. Badan, pikiran, budi dan
atma merupakan unsure-unsur yang harus selalu mendapat penyucian selama hidup
didunia ini. Bahkan tidak semata-mata pada hari raya agama saja, setiap hari
pada saat-saat yang tepat, penyucian itu mesti dilakukan. Hari raya itu
hanyalah tonggak ingatan.
Didalam lontar Sunarigama dua cara
perayaan hari raya agama Hindu :
-
Dengan menghaturkan
bebanten
-
Melakukan tapa brata
yoga semadi ( wuh ring tatwajnana)
E . KESIMPULAN
Dari pembahasan tentang Rerahinan dan Hari
raya Agama Hindu dapat disimpulkan tujuan dari pelaksanaan Rerahianan dan Hari
Raya Hindu :
1. Untuk
menyatakan rasa bhakti kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta
manifestasinya.
2. Sebagai
usaha bentuk pembayaran hutang kepada Tuhan
3. Untuk
mendapatkan ketenangan lahir bathin
4. Menjaga
kelestarian agama dan budaya yang diwariskan oleh leluhur kita
5. Untuk
memantapkan pelaksanaan ajaran agama.
6. Sebagai
ucapan syukur kehadapan Sang Hyang Widhi.
DAFTAR PUSTAKA
Aripta,
2006 Tahapan mendalami Weda, penerbit Sai Murali
Kajeng,
1991 Sarascamuscaya Alih bahasa penerbit Mayangsari Jakarta
Mirsa
I Gst Ngurah Rai, 1994 Wrspati Tattwa penerbit PT Upada sastra
Puja
I Gede, 1978 Menawa dharmasastra, penerbit Departemen Agama RI
Wiana
Ketut ,1995 bhakti dari sudut pandang agama Hindu penerbit pustaka manic geni
Ngurah
Gst made, 2011 Samhita Vacana penerbit Paramita surabaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar